Minggu, 04 Desember 2016

Kesyirikan Berbulu Wasilah



Manusia yang berstatus muslim pasti akan selalu berusaha mendekatkan diri kepada Sang Khalik. Mencoba merayu Sang Maha Kuasa agar selalu memberikan kemudahan dalam hidup serta kelimpahan rizki yang penuh barokah. Banyak dari berbagai kegiatan, yang berimingkan hasil sesuai dengan apa diinginkan dari Yang Maha Segalanya, digeluti tanpa ada keraguan sedikitpun didalamnya. Bahkan tidak sedikit dari manusia mengumpulkan atau bisa dibilang “mengoleksi” barang-barang yang dipercayai mempunyai kekuatan yang lebih serta memberikan banyak manfaat atas seizin Sang Maha Menciptakan, Allah Ta’ala. Dizaman Rasulullah misalnya, banyak bangsa arab yang mengagungkan dan menyembah benda alam seperti pohon atau yang lebih disebut dengan ‘Uzza. ‘Uzza sangat diagungkan orang Quraisy dan Kinanah (Abdul Karim, 2013 : 42 ), disebabkan mereka pernah mendengar suara darinya sehingga mereka berkeyakinan bahwa ‘Uzza memiliki kekuatan yang lebih daripada manusia. Pada masa kekinian sekalipun manusia tak akan pernah lupa dengan hal-hal yang cendrung bersifat mistis.
            Masyarakat Indonesia, menurut ulasan dalam kompasiana.com, pada tahun 2013 demam batu akik mulai terasa kuat, berbagai toko dan kios batu mulia bermunculan (Angela, 2015). Salah satu penyebabnya, adanya kepercayaan masyarakat akan daya magis yang bisa membawa pengaruh positif pada pemakainya diantaranya menambah karismatik, membuka aura kecantikan bagi wanita dan ketampanan bagi pria. Hal tersebut merupakan salah satu dari ribuan fenomena yang terjadi di Indonesia. Mungkin mereka percaya akan kekuatan magis yang ada pada benda tersebut sehingga memanfaatkan kekuatan magis untuk kepentingan pada diri mereka, tapi bila mereka dikatakan sebagai penyembahnya mereka akan menolak. Mereka tak akan berbicara secara terbuka bila mereka menyembah benda mati ciptaan tangan manusia. Karena nalar manusia tidak akan menyetujui penyembahan terhadap benda mati yang tak dapat berbicara dan mendengar. Akhirnya kebanyakan dari mereka berasumsi bahwa benda tersebut merupakan washilah antara mereka dengan tuhan.
            Kata washilah merupakan serapan dari kata dalam bahasa arab yaitu washala yang artinya menghubungkan. Washilah merupakan sesuatu yang menghubungkan dengan sesuatu yang lain. Allah Ta’ala telah berfirman dalam Al-Qur’an Al Maidah ayat 35 yang berbunyi:


يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَابْتَغُوا إِلَيْهِ الْوَسِيلَةَ وَجَاهِدُوا فِي سَبِيلِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ



“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kalian kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya (wasilah) dan berjihadlah pada jalan-Nya supaya kalian mendapat keberuntungan.”

            Ayat tersebut sering dijadikan dalil bagi orang-orang yang ingin berwashilah kepada Allah. Mereka berkeyakinan bahwa bila mereka beribadah langsung kepada Allah ibadah mereka tak akan sampai kepada-Nya. Maka dari itu mereka membutuhkan orang-orang sholeh atau benda yang memiliki kekuatan sebagai washilah agar ibadah mereka diterima disisi Allah. Apakah ini penafsiran yang benar? Jelas jawabannya TIDAK. Al-Jalalain menafsirkan kalimat وَابْتَغُوا إِلَيْهِ الْوَسِيلَةَ  dengan makna “ Carilah amalan ketaatan yang bisa mendekatkan diri kalian kepada Allah” (Tafsir Jalalain Surah Al-Maidah: 35). Begitu pula dengan tafsir Ibnu Katsir yakni “mendekatkan diri kepada-Nya dengan melakukan ketaatan dan amalan yang Dia ridhai”(Tafsir Ibnu Katsir Al-Maidah:35). Tafsiran Ibnu Katsir tidak berdiri sendiri ia didukung oleh tafsir dari Ibnu Abbas, Al-Hasan Al-Bashri dan yang lainnya. Dengan demikian jelas bahwa semua mufassir sepakat  bahwa washilah kepada Allah bukan dengan benda yang memiliki kekuatan magis ataupun orang-orang sholeh yang telah meninggal, melainkan dengan amal sholeh dan ketaatan diri terhadap semua perintah dan larangan Allah Ta’ala.
            Dewasa ini menuntut kita untuk semakin jeli dengan segala sesuatu yang berada disekitar kita, ditakutkan dapat menjerumuskan pada kemusyrikan. Sudah menjadi pengetahuan umum bagi para muslim bahwa syirik adalah dosa besar yang tak terampuni. Sedangkan pemahaman masyarakan pada umumnya terhadap arti dari sebuah wasilah justru berperan sebagai jembatan penghubung kepada kemusyrikan. Mungkin kita tidak menyembah terhadap hal tersebut melainkan hanya percaya dengan kekuatan yang ada padanya dapat menolong kita dari marabahaya. Waspadalah! Karena kemusyrikan berawal dari kepercayaan. Tanamkanlah selalu dalam hati bahwa yang Maha Penolong hanya Allah Ta’ala lagi Maha Kuasa. Dan hanya amalan sholeh dan ketaatan kepada-Nya yang menjadi washilah antara kita dengan Allah. Usiikum wa iyya nafsii bitaqwallah.

_________________________________________
Artikel by

Nadia Husna/ Perbandingan Agama 5

(Afkar Edisi Pertama Desembar)
             



Load disqus comments

0 komentar