Kebudayaan
sebagai ciri khas manusia yang paling menonjol memberikan sebuah warna dalam
kehidupannya. Keberadaan sebuah budaya yang ada pada tiap masyarakat tidak
hanya dipengaruhi oleh satu faktor saja, tapi banyak faktor yang mempengaruhi
dinamisnya alur sebuah bahkan setiap budaya. Hal ini berarti, tidak dapat
dipungkiri bahwa transformasi sebuah budaya selalu diawali oleh sentuhan budaya
lainnya.
Dalam
konteks pembangunan peradaban pada setiap peradaban, maka peminjaman kebudayaan
lain yang lebih baik adalah hal yang perlu dilakukan. Jika ditinjau dari aspek
historisnya, beberapa abad sebelum Romawi berkuasa, Yunani terlebih dahulu jaya
dengan peradabannya, maka tidak dapat terelakkan peminjaman yang dilakukan oleh
Romawi terhadap Yunani. Sama halnya dengan Islam, ketika Bani Abbassiyah
berkuasa, maka proses transfer kebudayaan dari Yunani dan Persia adalah suatu
hal yang perlu dilakukan demi menjamin keberlangsungan dari peradaban Islam.
Islam
sebagai adikuasa membawa kesan tersendiri bagi tiap peradaban yang ada pada
saat itu. Kejayaan Islam diibaratkan seperti percikan air yang turut
menyegarkan peradaban lain, serta membukakan mata untuk melihat sesuatu yang
lebih hebat didepan mereka. Sehingga tidaklah salah jika dikatakan bahwa
renaissance yang terjadi di dunia barat kala itu karena pengaruh dari Islam
yang berjaya hingga 1800 M. Maka, penulis merasa perlu untuk meninjau kembali
pengaruh peradaban Islam terhadap dunia modern. Terkhusus, jika meninjau akar
historis masuknya peradaban Islam ke dunia barat ketika Islam berjaya sebagai
adikuasa.
A. Proses Peradaban Islam Masuk ke
Dunia Barat
Mungkin
sekilas jika melihat term “dunia barat” maka term tersebut begitu melekat
dengan term “dunia modern”. Dapat dikatakan hal tersebut tidak dapat dipungkiri
karena pada abad XXI ini siapa yang merasa kekuatan dunia ada pada “dunia
timur”. Padahal realitasnya, kekuatan dunia memang ada pada “dunia barat”
selayaknya Amerika, negara-negara Eropa, Rusia dan lain-lain. Oleh karena itu,
peninjauan kembali pengaruh peradaban Islam terhadap dunia barat adalah suatu
hal yang perlu. Bukan berarti, peninjau itu sekadar nostalgia akan kejayaan
masa lalu. Akan tetapi, hal tersebut mampu menjadi pengingat, motivator,
pembelajaran bagi setiap orang akan eksistensi ummat muslimin saat itu
dibanding para manusia dari dunia barat.
Kesadaran
dunia barat akan adanya peradaban Islam sebenarnya telah dibangun oleh
Rasulullah sejak masa-masa awal dakwah Islam. Pada tahun ke 6 Hijrah, Nabi mengirimkan
utusan-utusannya kepada raja dan ratu dari negara tetangga. Utusan-utusan itu
dikirim ke Kaisar Byzantium (Heraclius). Raja Cyprus atau Makaokas, raja
Abbyssinia (Najashi) dan ke raja Persia (Kisra). Sehingga dari ajakan inilah
Islam mulai dikenal di belahan dunia lainnya.
Kontak
antara dunia barat dan Islam semakin menemui puncak ketika masa kepemimpinan
Umar bin Khattab. Khalifah kedua ini mengutus Khalid bin Walid dan Amr bin Ash
untuk melancarkan peperangan ke berbagai wilayah sekitar jazirah Arab dengan
motivasi meluaskan wilayah kaum muslimin. Bahkan peperangan ini termasuk di
antara perang yang menyamai prestasi Napoleon, Hanibal dan Alexander dalam
sejarah. Peperangan ini mengguncangkan Romawi dengan diambilnya wilayah
kekuasaan mereka yakni Syam dan Mesir. Seperti yang diketahui, pada tahun XXX
SM Mesir telah dikuasai oleh Romawi dan dijadikan sebagai sumber gandum yang
penting untuk mencukupi kebutuhan bangsa bangsa Romawi.
Ekspansi
demi ekspansi telah dilakukan oleh ummat muslim, sekalipun ekspansi wilayah
agak terhenti pada masa Utsman bin Affan serta Ali bin Abi Thalib akibat
persoalan politik di kalangan ummat muslim sendiri akan tetapi itu tidak
menyurutkan semangat mempertahankan wilayah kaum muslimin yang telah di ambil
alih ke tangan mereka. Penaklukan selanjutnya dilakukan pada masa pemerintahan
Bani Umayyah, tepatnya pada masa walid bin Abdul Malik.
Pada
masa Walid bin Abdul Malik terjadilah penaklukan Spanyol. Islam pertama kali
masuk ke Spanyol pada tahun 711 M. melalui jalur Afrika Utara. Spanyol sebelum
kedatangan Islam dikenal dengan nama Iberia/Asbania, kemudian disebut
Andalusia, ketika negeri subur itu dikuasai bangsa Vandal. Dari perkataan
Vandal inilah orang Arab menyebutnya Andalusia.
Dalam
proses penaklukan Spanyol terdapat tiga pahlawan Islam yang dapat dikatakan
paling berjasa memimpin satuan-satuan pasukan ke sana. Mereka adalah Tarif bin
Malik, Tarik bin Ziyad, dan Musa bin Nusair. Tarif dapat disebut sebagai
perintis dan penyelidik, sedangkan Musa sebagai pengirim pasukan, sementara
Tariq bin Ziyad lebih banyak dikenal sebagai penakluk Spanyol karena pasukannya
lebih besar dan hasilnya lebih nyata, yaitu sebanyak 12.000 pasukan dan
berhasil menaklukan Spanyol pada tahun 92 H. atau 711 M.
Kemenangan
pertama yang dicapai oleh Tariq bin Ziyad membuka jalan untuk penaklukan
wilayah yang lebih luas lagi. Gelombang perluasan wilayah berikutnya muncul
pada masa pemerintahan Khalifah ‘Umar bin ‘Abd al-‘Aziz tahun 99 H/717 M.,
dengan sasarannya menguasai daerah sekitar pegunungan Pyrenia dan Prancis
Selatan. Gelombang kedua terbesar dari penyerbuan kaum muslimin yang geraknya
dimulai pada permulaan abad ke-8 M ini, telah menjangkau seluruh Spanyol dan
melebar jauh ke Prancis Tengah dan bagian-bagian penting dari Italia.
Lebih
lanjut proses masuknya peradaban Islam ke dunia barat terjadi di Sisilia.
Serangan pertama ke Sisilia terjadi pada tahun 652 M., ketika kota Siracusa
dimasuki dan kekuasaannya tenggelam saat itu juga. Pada tahun 831 M., kota
Palermo dapat dikuasai umat Islam. Penaklukan daerah Italia terus berlangsung
hingga mencapai anti klimaks pada abad ke-9 yaitu pada tahun 871 M., saat kota
Bari direbut kembali oleh pasukan Kristen dan menjadi pertanda berakhirnya
kekuasaan muslim atas Italia dan Eropa tengah. Munculnya bangsa Norman yang
dipimpin oleh Roger pada tahun 1060 M., hingga tahun 1091 M., telah berhasil
menaklukan seluruh kekuatan Islam dan Bizantium di Sisilia dan mengadopsi
peradaban Islam dalam kekuasaan mereka, baik dalam bidang sastra, seni,
industri dan bidang-bidang yang lain. Dengan demikian, kehadiran orang-orang
Arab di Spanyol dan Sisilia secara perlahan menjadi jalur masuk ke Eropa Barat,
meskipun Eropa Barat telat menjalin hubungan dengan Imperium Bizantium, akan
tetapi penduduknya lebih banyak mengambil alih kebudayaan orang-orang Arab
ketimbang orang-orang Bizantium.
Proses
selanjutnya terjadi setelah ekspansi wilayah kaum muslimin ke berbagai daerah
di dunia barat. Invasi atas Spanyol dan Sisilia telah memberi arti bahwa suatu
waktu Islam hadir di daerah pinggiran Kristen Latin. Namun demikian, invasi
tersebut memunculkan reaksi gerakan perang salib pada abad ke-11. Selama perang
salib ini telah mengakibatkan terjadinya tukar menukar pengaruh budaya di antara
mereka, atau lebih tepatnya penerimaan orang-orang Eropa atas corak-corak
kebudayaan Islam.
Selanjutnya
orang-orang salib menetap di Timur Islam dalam waktu yang cukup lama sejak abad
5 H. sampai 7 H. (Abad 12 sampai 17 M.). Karenanya terjadi hubungan yang
intensif dengan seluruh peradaban Islam yang mengagumkan mereka. Walaupun
peperangan terus terjadi antara mereka dan kaum muslimin, akan tetapi para
cendekiawan mereka tidak menutup diri untuk mengambil seluruh peradaban Islam
yang disaksikannya.
Sekilas
mungkin gambaran tentang interaksi atau proses masuknya peradaban Islam ke
dunia barat (dunia modern kini) kebanyakan berkisar pada tahapan ekspansi atau
peperangan. Justru melalui tahapan itulah transfer peradaban lebih nyata dan
aktual sifatnya pada masa itu.
B. Pengaruh Peradaban Islam terhadap
Dunia Modern
Ada beberapa pengaruh yang timbul di
dunia modern akibat adanya peradaban Islam. Lalu, apa saja
peninggalan-peninggalan itu, dan apa pula arti pentingnya? Kita dapat meringkas
peninggalan abadi peradaban kita dalam lima bidang pokok.
- Bidang Aqidah dan Agama
Prinsip-prinsip peradaban Islam mempunyai pengaruh besar
terhadap gerakan-gerakan reformasi keagamaan yang berlangsung di Eropa
sejak abad ke-7 Masehi sampai masa kebangkitan modern (renaissance). Islam
menyatakan keesaan Allah dan keunikanNya dengan kekuasaan serta kesuciaanNya
dari kekurangan dan kelaliman. Islam juga menyatakan kebebasan manusia
dalam menyembah dan berhubungan dengan Allah. Dengan Islam, manusia memahami
syariat-syariat Allah SWT tanpa perantaraan tokoh-tokoh agama. Inilah yang
menjadi faktor besar bagi terbukanya jalan pikiran bangsa-bangsa mengenai
prinsip-prinsip yang kuat dan mengagumkan dari Islam.
Ketika itu bangsa-bangsa terbelenggu dalam pertentangan
mazhab yang sengit dan terkungkung dalam ketundukan terhadap kekuasaan
tokoh-tokoh agama baik dalam pikiran, pendapat, harta maupun raga
mereka. Maka adalah wajar, ketika penaklukan Islam di Barat dan Timur
semakin meluas, umat-umat yang bertetangga dengannya pertama kali terpengaruh
oleh prinsip-prinsip Islam dalam aqidah. Ini benar-benar terjadi yaitu
ketika muncul pada abad ke-7 di kalangan bangsa Barat orang-orang yang menolak
menyembah patung-patung, kemudian muncul setelah itu orang-orang yang menolak
adanya perantara antara Allah dan hambahNya serta menyerukan kebebasan dalam
memahami kitab-kitab suci, lepas dari kekuasaan dan pengawasan tokoh-tokoh
agama.
Banyak
peneliti menegaskan bahwa Martin Luther dalam gerakan reformasinya terpengaruh
oleh pandangan para filsuf Arab dan ulama muslim mengenai agama, aqidah dan
wahyu. Perguruan-perguruan tinggi Eropa pada masa Luther selalu berpegang pada
buku-buku para filsuf muslim yang jauh sebelumnya telah diterjemahkan ke bahasa
latin. Kita dapat menegaskan bahwa gerakan pemisahan antara agama dan
negara yang dinyatakan daa revolusi Perancis adalah hasil gerakan-gerakan
pemikiran yang menguasai Eropa selama tiga abad atau lebih, dan peradaban kita
mempunyai jasa besar dalam menyalakan apinya melalui perang Salib dan Andalus.
- Bidang filsafat dan ilmu (kedokteran, ilmu pasti, kimia, geografi dan astronomi)
Eropa terbangun oleh gaung para ilmuwan dan filsuf kita yang
mengkaji ilmu-ilmu ini di masjid Sevilla. Cordoba, Granada, dan lain-lainnya.
Pelopor-pelopor Barat yang belajar di sekolah-sekolah kita sangat mengagumi dan
menggemari ilmu-ilmu ini. Mereka menyimaknya dalam suasana kebebasan yang tidak
mereka kenal padanannya di negeri-negeri mereka. Pada waktu
ilmuwan-ilmuwan kita berbicara dala majelis-majelis keilmuwan dan
karanga-karangan mereka mengenai peredaran bumi dan benda-benda langit, akal
orang-orang Eropa masih dipenuhi khurafat dan tahayul mengenai kenyataan-kenyataan
ini. Karena itu muncul di kalangan orang-orang Barat gerakan penerjemahan dari
bahasa Arab ke bahasa Latin, dan mulailah buku-buku para ilmuwan kita
diajarkan di perguruan-perguruan tinggi Barat.
Pada abad ke-12 diterjemahkan buku Al Qanun karya
Ibnu Sina (Avicenne) mengenai kedokteran. Di akhir abad ke-13 diterjemahkan
pula buku Al-Hawi karya Ar-Razi yang lebih luas dan lebih tebal dari Al
Qanun. Kedua buku ini hingga abad ke-16 masih tetap menjadi buku pegangan bagi
pengajaran ilmu kedokteran di perguruan-perguruan tinggi Eropa. Adapun
buku-buku filsafat malah terus berlangsung penerjemahannya lebih banyak dari
itu. Bangsa barat belum pernah mengenal fisafat Yunani kecuali melalui
karangan-karangan dan terjemahan-terjemahan dari bahasa Arab.
Banyak orang-orang barat yang jujur mengakui bahwa di
abad-abad pertengahan Islam adalah guru-guru bangsa Eropa selama tidak kurang
dari enam ratus tahun. Gustave Lebon mengatakan bahwa terjemahan
buku-buku bangsa Arab, terutama buku-buku keilmuwan hampir mejadi sumber
satu-satunya bagi pengajaran di perguruan-perguruan tinggi Eropa selama lima
atau enam abad. Bahkan dapat dikatakan bahwa pegaruh bangsa Arab dalam beberapa
ilmu seperti ilmu kedokteran, masih terus berlanjut hingga masa sekarang.
Buku-buku Ibnu Sina pada akhir abad yang lalu masih diajarkan di Montpellier.
Lebon juga mengatakan bahwa hanya buku-buku berbahasa Arab sajalah yang
dijadikan rujukan oleh Roger Bacon, Leonardo de Vinci, Arnold de philippi,
Raymond Lull, San Thomas, Albertus Magnus dan Alfonso X dari Castella.
Monsieur
Renan juga mengatakan bahwa Albertus
Magnus adalah penganut Ibnu Sina, sedangkan San Thomas dalam filsafatnya adalah
penganut Ibnu Rusyd (Averroes).
Orientalis
Sedillot bekata,”
Bangsa
Arab (baca : peradaban Islam) adalah pemikul panji-panji peradaban abad
pertengahan. Mereka melenyapkan arbarisme Eropa yang digoncangkan oleh
serangan-serangan suku-suku Utara. Bangsa Arab melanglang mendatangi
sumber-sumber filsafat yunani yang abadi. Mereka tidak berhenti pada batas yang
tela diperoleh berupa khazanah-khazanah ilmu pengetahuan, tetapi terus berusaha
mengembangkannya dan membuka pintu-pintu baru bagi pengkajian alam.”
“Ketika
menekuni astronomi, bangsa Arab memberikan perhatian yang khusus terhadap
seluruh ilmu-ilmu pasti. Bangsa Arab berjasa besar dalam ilmu-ilmu tersebut,
bahkan mereka pada hakikatnya adalah guru-guru kami di bidang ini.
Selanjutnya
ia berkata lagi,
“Jika
kita menyelidiki apa yang diperoleh Latin bangsa Arab pada awalnya maka kita
akan mendapati bahwa Gerbert yang menjadi Paus dengan sebutan Sylvestre
II telah mengajarkan kepada kita (antara tahun 970 dan 980 H)
pengetahuan-pengetahuan dan ilmu-ilmu pasti yang dipelajarinya di Andalus.
O`Hilard,
bangsa Inggris, melanglang Mesir dan
Andalus antara tahun 1100 dan 1128. Mereka kemudian menerjemahkan buku Al-Arkan
(dalam bahasa Arab) karya Eucleides, pakar ilmu pasti yunani, yang bangsa
Arab sendiri tidak mengetahuinya.
Platon
dari Tivoli menerjemahkan dari
bahasa Arab buku Al-Ukar karya Theodosius. Rudolph dari Bruges
menerjemahkan dari bahasa Arab buku geografi karya Ptolemee.
Leonardo
de Vinci sekitar tahun 1200 menulis sebuah
risalah mengenai aljabar yang dipelajarinya dari bangsa Arab.
Canaeanus
dari Nibar pada abad ke-13
menerjemahkan dari bangsa Arab buku Eucleides dengan terjemahan yang bagus dan
disertai penjelasan. Ghiteleon dari Polska pada abad yang sama
menerjemahkan buku Al-Bashariyyatkarya Al-Hasan bin Al Haitsam.
Gherardo
dari Cremona pada abad itu pula
menyebarkan ilmu falak yang hakiki dengan menerjemahkan Al Majisti karya
Ptolemee dan Syarh karya Jabir.”
Pada
tahun 1250, Alfonso memerintahkan penyebaran kalender-kalender astronomi
yang memuat namanya. Jika Roger I menganjurkan pengkajian
ilmu-ilmu bangsa Arab di Sicilla, terutama buku-buku Al Idrisi, maka
kaisar Friedrich II tidak lebih sedikit anjurannya. Dia menganjurkan
agar dilakukan pengkajian ilmu-ilmu bangsa Arab. Putera-putera Ibnu Rusyd
tinggal di istana kaisar ini, kemudian mengajarkan kepadanya sejarah alam
tumbuh-tumbuhan dan binatang-binatang.
Dalam
bukunya mengenai alam (fisika), Humbold berkata,
“Bangsa
Arab lah yang menciptakan apotek kimia. Dari mereka lah datangnya wasiat-wasiat
pertama yang sempurna yang dianut oleh sekolah Salermo sehingga tersebar di
Eropa selatan beberapa waktu kemudian. Apotik dan bahan kedokteran yang menjadi
landasan ilmu pengobatan itu menyebabkan timbulnya pengkajian ilmu kimia dan
botani dalam waktu yag sama melalui dua jalan yang berbeda.
Berkat
bangsa Arab-lah terbuka babak baru bagi ilmu tersebut. Pengetahuan mereka
mengenai flora (dunia tumbuh-tumbuhan) mendorong mereka untuk lebih banyak
jenis rumput thliforida sampai 2000 jenis melengkapi apotik mereka dengan
sejumlah jenis rumput yang belum pernah dikenal sama sekali oleh bangsa
Yunani.”
Sedillot mengatakan bahwa Ar Razi dan Ibnu Sina telah
menguasai sekolah-sekolah Barat dengan buku-buku mereka dalam waktu yang lama.
Di Eropa Ibnu Sina dikenal sebagai dokter yang mempunyai otoritas mutlak atas
sekolah-sekolah di sana selam lebih kurang enam abad. Buku momentalnya dan
dicetak ulang berkali-kali karena dianggap sebagai dasar bagi
kajian-kajian di universitas-universitas Perancis dan Italia.
- Bidang bahasa dan sastra
Orang-orang Barat, khususnya penyair-penyair Spanyol
mendapat pengaruh besar dari sastra Arab. Sastra tentang ketangkasan berkuda,
keberanian, majas, dan imajinasi-imajinasi yang tinggi dan indah masuk ke
sastra Barat melalui sastra Arab, khususnya di Andalus. Penulis Spanyol yang
tersohor, Abanez mengatakan bahwa bangsa Eropa belum mengenal
ketangkasan berkuda dan tidak menganut sastra-sastra yang terpelihara atau
kebesaran heroisme sebelum kedatangan bangsa Arab ke Andalus dan sebelum
tersebarnya para penunggang kuda dan pahlawan mereka di wilayah-wilayah
selatan.
Yang menunjukkan kepada kita tentang sejauh mana
sastra-sastra Barat terpengaruh oleh bahasa dan sastra Arab pada masa-masa itu
ialah apa yang di nukil Dozy dalam bukunya mengenai Islam dari risalah penulis
Spanyol, Alghargo. Dia sangat sedih karena bahasa Latin dan Yunani dilalaikan
orang sementara bahasa kaum muslimin ditekuni. Ia berkata,”Orang-orang yang
memiliki kecerdasan dan perasaan telah tersihir oleh keindahan sastra Arab
sehingga mereka meremehkan bahasa Latin dan menulis hanya dengan bahasa para
penakluk mereka. Hal itu sangat menyedihkan bagi orang yang mempunyai
kebanggaan nasionalisme paling besar sampai-sampai mereka berkata kepada
teman-temannya”.
Wahai saudara-saudaraku. Kaum Nasrani sangat mengagumi puisi
dan prosa bangsa Arab. Mereka mempelajari karangan-karangan yang ditulis oleh
para filsuf dan fuqaha` muslim. Hal itu mereka lakukan untuk meniru uslub (gaya
bahasa) Arab yang fasih.
Dimanakah sekarang orang-orang yang selain tokoh-tokoh agama
yang membaca tafsir-tafsir keagamaan dari taurat dan Injil? Dimanakah sekarang
orang-orang yang membaca Injil-Injil dan suhuf-suhuf para nabi dan rasul?
Betapa menyedihkan!
Generasi yang tumbuh dari kaum Kristen yang cerdas hanya
memperbagus sastra dan bahasa Arab. Mereka melahap buku-buku bangsa Arab dan
mengisi perpustakaan-perpustakaan besar dengan buku-buku mereka yang termahal.
Mereka bersenandung di setiap tempat memuji khazanah-khazanah Arab. Ketika di
perdengarkan kepada mereka buku-buku Kristen, mereka tidak mau mendengarkannya
dengan alasan buku-buku itu tidak layak untuk diperhatikan. Betapa
memprihatinkan!
Orang-orang Kristen telah melupakan bahasa mereka. Anda
tidak menjumpai di antara mereka seorang pun dari seribu orang yang menulis
surat kepada rekannya dengan bahasa mereka sendiri. Adapun bahasa bangsa Arab,
betapa banyak orang-orang yang memperguna-kannya dengan ungkapan yang paling
baik uslubnya. Kadang-kadang mereka mengubah dengan bahasa itu sebuah puisi
yang melebihi puisi bangsa Arab sendiri dalam keindahan dan ketepatan
ungkapannya.
Tak diragukan lagi, pada abad ke-14 dan sesudahnya banyak
sastrawan-sastrawan piawai Eropa yang terpengaruh oleh sastra Arab dalam
karya-karya mereka. Pada tahun 1349, Boccaccio menulis hikayat yang
berjudul Ash-Shabahatul `Asyrah (sepuluh Waktu pagi) yang mengikuti
jejak Alfu Lailah wa Lailah (Seribu Satu Malam). Dari hikayat ini pula
Shakespeare mengambil topik dramanya Natan Al Hakim (Natan yang
Bijaksana).
Yang paling banyak belajar dari Boccaccio pada zamannya
adalah Shawcer, pelopor puisi modern dalam bahasa Inggris. Ia berjumpa dengan
Boccaccio di Itali dan kemudian menyusun kisah-kisah yang terkenal dengan judul
Hikayat-hikayat Canterboury. Adapun Dante Alighieri telah ditegaskan
oleh banyak kritikus bahwa dalam Divina Commedia ia menggambarkan
perjalannya ke alam lain yang banyak terpengaruh oleh Risalatul-Ghufran (Risalah
Pengampunan) karya Al-Maarri dan Washful-Jannah (Gambaran Surga)
karya Ibnu Arabi.
Hal itu karena ia tinggal di Sicillia pada masa kaisar
Friedrich II yang sangat suka kepada kebudayaan Islam. Dia mengkajinya pada
sumber-sumbernya yang berbahasa Arab. Antara Dante dan Friedrich telah terjadi
dialog-dialog mengenai doktrin Aristoteles yang sebagian diambil dari sumber
berbahasa Arab. Tidak sedikit Dante mengetahui sirah Nabi Saw. Dari sirah itu
ia mencermati kisah Isra mi`raj dan gambaran langit. Adapun Petrarca hidup
pada masa kebudayaan Islam di Itali dan Perancis. Dia menuntut ilmu di
Universitas Montpellier dan Universitas Paris. Kedua perguruan tinggi ini
masing-masing bersandar pada karangan-karangan bangsa Arab dan
mahasiswa-mahasiswa mereka di perguruan-perguruan tinggi Andalus.
Kisah atau novel Eropa dalam pertumbuhannya banyak
terpengaruh oleh seni-seni kisah bangsa Arab di Abad-abad pertengahan, yaitu
pitutur-pitutur, khabar-khabar ketengkasan berkuda dan petualangan ksatria
berkuda dalam mencari kemuliaan dan kesukacitaan. Hikayat Seribu Satu Malam
setelah diterjemahkan ke bahasa-bahasa Eropa pada abad ke-12 mempunyai pengaruh
besar dalam bidang ini sehingga sejak saat itu hingga sekarang hikayat ini
telah dicetak lebih dari tiga ratus cetakan dalam semua bahasa Eropa.
Bahkan, sejumlah kritikus Eropa berpendapat bahwa perjalanan
Gelliver yang ditulis oleh Swhift dan perjalanan Robinson Crusue yang
ditulis oleh Defore mengikuti jejak hikayat Seribu Satu Malam dan Risalah
Hayy bin Yaqzhan karya filsuf Arab, Ibnu Tufail. tak ada seorang pun yang
meragukan lagi, dari jumlah setakan Seribu Satu Malam yang sangat besar ini
dapat menjadi bukti bahwa orang-orang Barat gemar sekali membaca hikayat
tersebut.
Rasanya kita tak perlu lagi meyebutkan bagaimana besarnya
jumlah perbendaharaan kata bahasa Arab yang masuk ke dalam bahasa Eropa dalam
berbagai aspek kehidupan. Bahkan kata-kata serapan itu hampir seperti
kata-kata dalam bahasa Arab aslinya, seperti quthn (cotton), misk (musk),
syarab (syrup), jarrah (jar), laymun (lemon), shifr (chiper), dan kata-kata
lainnya yang tak terhitung jumlahnya.
Dalam kaitan ini Prof. Michael berkata, Eropa dengan
sastra-sastranya yang indah telah berhutang kepada negeri-negeri Arab dan
kepada bangsa-bangsa Arab yang tinggal di wilayah Arab Suriah, yang telah
menjadikan abad-abad pertengahan Eropa berbeda jiwa dan imajinasinya dari dunia
yang tunduk kepadanya,
- Bidang perundang-undangan
Hubungan mahasiswa-mahasiswa Barat dengan sekolah-sekolah
Islam di Andalus dan lainnya berpengaruh besar dalam penerjemahan kumpulan
hukum-hukum fiqh dan tasyri ke dalam bahasa-bahasa mereka. Pada saat itu Eropa
belum mempunyai sistem yang mantap dan undang-undang yang adil.
Ketika pemerintahan Napoleon masuk ke Mesir, mereka
menerjemahkan buku-buku fiqh Maliki paling terkenal ke dalam bahasa Perancis.
Buku fiqih Maliki yang paling penting yang diterjemahkan itu adalah buku Al-Khalil
yang menjadi inti undang-undang sipil Perancis yang banyak sekali persamaannya
dengan hukum-hukum fiqih Maliki.
Sedillot berkata Mazhab Maliki itulah yang secara khusus
memikat pandangan kita karena hubungan kita dengan bangsa Arab Afrika. Pada
waktu itu pemerintah Perancis menugaskan Peron untuk menerjemahkan buku
fiqh Al Mukhtashar karya Al Khalil bin Ishaq bin Ya`qub (wafat tahun 1422 M).
Daftar Pustaka
-
Hassan
Ibrahim Hassan, Sejarah dan Kebudayaan Islam (Cet I; Yogyakarta: Kota Kembang,
1989), h. 27.
-
Philip
K. Hitti, Histrory of the Arabs (Cet. I; Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta,
2010), h. 178.
-
Departemen
Pendidikan Nasional, Ensiklopedia Islam Jilid V (Jakarta, Bagian Proyek
Pengembangan Sistem dan Standar, 2003), h. 144.
-
Syed
Mahmudunnasir, Islam Konsepsi dan Sejarahnya (Cet. I; Bandung: CV. Rosda,
1988), h. 221.
-
Badri
Yatim, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: PT. Gravindo Persada, 2003), h. 93.
-
W.
Montgemary Watt, Islam dan Peradaban Dunia (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka,
1997), h. 42.
0 komentar